Tarian Siluet Lampau
Aku masih di
tengah hamparan ilalang yang menguning. Ditemani deru angin dan kicau pipit
yang terus menendangkan lagu kenangan. Menggoreskan tinta dengan kuas emas ke
atas kanvas. Sesuatu yang tak penah bisa sempurna ku lakukan. Aliran darahku
semakin cepat mengikuti ritme jantung yang landa amarah. Ku tatap sejenak
sebuah objek vespa tua yang terpampang tepat dihadapanku. Saksi bisu pertengkaran
kita dahulu. Perlahan ku tatap langit yang sudah semakin menguning. Menghela nafas
panjang diikuti gerakan mata yang memejam. Aku begitu meresapi sore ini. Siluet
tawa kita membawaku hanyut dalam kesedihan. Tetes demi tetes air mata jatuh
membasahi polesan blush on di pipiku.
“
Apa ini yang kau inginkan sebenarnya Rey,” bentakku tepat di depan wajahnya. Aku
sudah sangat kesal dijadikan bahan percobaan oleh pria sialan ini,” Sekarang
kau sudah puas kan. Nikmati saja setiap rupiah yang kau dapat dari tulisan yang
aku tulis dengan tulus hanya untukmu,”
Pria
bertubuh kurang lebih 170 cm itu tertawa sembari memamerkan uang yang baru saja
dia dapat,” Kau pikir aku ini pria yang suka membaca puisi cinta yang selalu
kau selipkan di tasku setiap hari. Itu sangat membosankan,Kim. Si Jemmi yang
menawarkanku untuk menjual puisimu itu ke temannya yang seorang penulis handal.
Dia membelinya dengan harga 1 juta rupiah,” Rey mengipaskan uang itu di
hadapanku,” Kau memang penulis puisi yang handal,Kim. Terus tulis untuk ku
supaya aku bisa membeli apa saja yang aku mau,” tubuhnya sempoyongan seperti
orang yang baru saja menegak alkohol.
“
Cukup Rey. Aku nggak nyangka ternyata kamu tega ngelakuin ini semua sama aku. Puisi
itu karena aku cinta sama kamu.Cinta yang tulus,Rey. Kamu tahu itu kan,”
suaraku melirih ,” Tapi kamu kamu jual begitu saja setiap kata yang harus
dirangkai berjam-jam. Kamu sudah melanggar hak cipta,Rey. Aku nggak mau
berhubungan lagi dengan kamu. Makan saja uang itu dan jangan pernah temui aku
lagi,” bentakku kepadanya yang hanya tertawa tanpa sedikit pun menggubris
perkataanku. Ku tinggalkan begitu saja vespa tua peninggalan kakek disana.
Aku
menangis tiada henti sembari kaki ini terus berlari sejauh mungkin dari Rey. Laki-laki
yang telah bersamaku selama enam bulan terakhir. Dia sahabat kecilku. Aku dan
Rey punya satu hobbi yang sama yaitu menggambar. Dari SD hingga SMA kami selalu
menggambar di tengah hamparan ilalang. Dia selalu mengejekku dengan teknik
lukis kanvas yang indah sedang aku hanya bisa menggambar sketsa dengan sebuah
pensil dan secarik kertas. Rey berbakat menulis namun lagi-lagi aliran kami
berbeda. Dengan daya imajinasi yang tinggi dia bisa menulis lagu sedang aku hanya
puisi sederhana.
Sejak kecil
Rey memang bercita-cita menjadi seorang yang kaya bagaimana pun caranya. Hingga
akhirnya detik ini dia menjual karya yang kuberikan karena betapa aku
mengaguminya. Dia jelas sudah benar-benar keliru. Sejak enam bulan yang lalu
aku memang merubah pandanganku tentangnya. Dia sempurna bahkan sangat sempurna
menurutku. Setiap lukisan dan lagu yang dia ciptakan selalu berhasil membuatu
terpana. Saat itu pula,aku mencintainya. Bagai gayung bersambut dia menyatakan
cinta dan jelas aku tak menolaknya.
Tapi saat ini
harus ku rubah kembali pandanganku kepadanya. Setting ulang untuk otakku yang
selama ini hang. Ku beranikan diri menulis semua isi hatiku dalam rangkaian
cerita yang lebih panjang. Yah... sebuah penerbit mengadakan lomba dengan
hadiah liburan. Ku pikir ini waktu yang tepat untukku merefresh hidupku. Ku coba
halaman demi halaman terselesaikan. Ini tentang kisah romantis antara aku dan
Rey. Jelas tulisan ini adalah obat kerinduanku. Hingga tiba saatnya halaman
terakhir aku membutuhkan lagu terbaru dari Rey. Berkali-kali aku mencoba
menghubunginya.
Ku kira dia
akan menyambut dengan baik project terbaruku ini. Tentu dia akan mendapatkan
setengah dari hasilnya. Namun semua sia-sia dia telah menghilang di telan sang
waktu. Berkelana entah kemana aku tak pernah tahu. Saat itu baru ku sadari
betapa pun aku membencinya dia selalu ada dipikiranku. Bukan hanya karena
rencana terbaruku ini, tapi sejak aku meninggalkan dia di tengah hamparan
ilalang ini,” Rey dimana kamu sekarang ? Jika aku bisa merangkai kata dan nada
sendiri tak akan ku minta bantuanmu. Datanglah Rey satu kali ini saja. Ku
mohon, akan ku berikan apa pun yang kau inginkan. Uang... ini uang untukmu,”
aku mengeluarkan berlembar-lembar uang berwarna biru dari dompetku sembari
menangis,” Berapa berapa katakan saja berapa aku akan memberikannya untukmu.
Tapi kau janji untuk disini bersamaku,”
Aku terjatuh
ketanah tak bisa menahan lagi kesedihan ini. kanvas yang baru saja ku kacaukan
juga hancur menelungkup ketanah. Ku raih sekuat tenaga kanvas itu dan tetap ku
lanjutkan menggores tinta dengan sembraut. Ini lukisan hatiku setelah di
tinggalkan Rey. Aku tak pernah bisa membohongi perasaanku bahwa aku sangat
mencintaimu. Walaupun jelas ragamu sangat ku benci tapi siluet masa lampau saat
bersamamu terus menari-nari dikepalaku.
Masa Lalu by
kimi tamora ( puisi ini untukmu Rey)
Nafasmu juga
nafasku
Ragamu,jiwamu
bersama kebahagiaanmu jelas bukan untukku
Ku sesali atau
bahkan ku tangisi itu terjadi setiap waktu
Ingin ku tulis
semua di hamparan ilalang dan terinjak
Sungguh siluetmu
selalu terbayang
Mengubah luka
menjadi cinta yang semakin dalam
Izinkan aku
memeluk bayangmu walau hanya sejenak
Untuk sekedar
bersandar menikmati nyanyian camar
Komentar
Posting Komentar