ELEGI GORESAN SENJA DI RUMAH POHON


Matahari telah meredum perlahan kembali keperaduannya di ufuk barat. Langkah kakiku semakin cepat mengejar cahaya jingga itu tak ingin tertinggal satu detik pun. Segera ku abadikan pemandangan indah itu dikameraku. Di atas jembatan ini, senja terlihat begitu indah. Mataharinya akan tepat jatuh di ujung sungai. Lengkap dengan awan yang memudarkan cahayanya seolah menjadi penetral bagi keindahan yang akan tampak. Disini biasanya aku mengenang dia. Biasanya aku ditemani suara-suara yang penuh dengan peringatan. Peringatan untuk tidak memotret objek melalui tempat yang memungkinkan aku tergelincir. Tapi tidak untuk hari ini. 
Sang jingga masih tetap menjadi model terbaik untuk lensa kameraku. Senyumnya akan selalu memberikan keceriaan tersendiri bagiku. Ada begitu banyak pesan tersirat melalui cahaya terakhir mentari itu. Mungkin melalui cahayanya dia ingin bercerita tentang apa yang dilakukannya hari ini. Jika waktu nya telah tiba untuk keindahan itu pergi biasanya aku akan segera menuju rumah pohon tempatku melepas pilu sejak dua tahun yang lalu hingga saat ini.
Malam ini akan sama seperti malam satu bulan yang lalu. Malam disaat aku kembali sendiri. Ada sebuah kerinduan yang begitu bergejolak didadaku. Ingin sekali aku memuntahkan kerinduan itu. Tapi apa daya aku tak bisa. Ku tapaki satu persatu anak tangga menuju puncak rumah pohon kami. Begitu letih namun penuh harap. Ku lihat purnama yang mulai menyinari kenangan ini. Tak biasanya aku melihat keindahan selain langit senja. Kekagumanku akan indahnya  cahaya yang terpancar malam itu perlahan membuatku meneteskan air mata. Ingin sekali rasanya aku memaki diriku sendiri. Mengapa saat itu harus ada ? mengapa harus ada pertemuan jika akhirnya harus dipisahkan ?
Kudengarkan ada kaki menapak mendekati singgasana kesedihanku. Perlahan tapi pasti langkah itu terdengar semakin jelas. Hingga akhirnya langkah itu terhenti. Sosok itu telah menampakkan bayangannya. Namun aku tetap larut dalam kesedihan itu. Air mataku sungguh tak dapat membendung lagi. Biarkan saja orang itu melihatnya.
”Sya, berhentilah menangis”, kata Reno. Reno adalah temanku. Teman baruku memotret dijembatan setiap sore. Sudah hampir satu bulan ini aku mengenal dia. Dia sempurna tapi tak akan pernah sempurna dibandingkan dengan dia. Sosok yang hilang itu akan tetap menjadi orang yang sempurna untukku dan hidupku.
” terus kalau gue berhenti menangis.Apakah dia akan kembali kesini ? apakah dia akan kembali mengukir kisah indah dua tahun yang lalu ? ,” jawabku sambil terus menangis tersedu. Tapi Reno hanya bisa terdiam. Tak satu kata penjelasan pun keluar dari sela-sela rongga mulutnya.
”Jawab ren, jawab... apa dia akan kembali kalau gue berenti nangis. Gue kangen dia ren. Gue kangen senyumnya. Gue kangen tawanya. Gue kangen semua tentang dia ren. Tapi kenapa dia malah pergi ninggalin gue disini. DISINI ren... sendiri .... Cuma sendiri ,” lanjutku memaki kenyataan yang sedang terjadi.
“ gue tau sya ... gue tau rasanya jadi lo. Tapi yang mesti lo pikirin sekarang bukan dia yang udah pergi ninggalin dan ngebiarin lo nangis disini sendiri. Lo juga harus pikirin orang-orang yang ada disekitar lo. Sahabat, orang tua, adik dan semua orang yang sayang sama lo. Sampai kapan lo harus nungguin orang yang jelas-jelas udah pergi dari sini. Sampai kapan sya ,”
” sampai gue siap untuk melanjutkan kenangan lain. Buat gue hidup gue Cuma buat dia. Nafas hingga  detak jantung gue, gue bakal persembahin buat dia, ren . meskipun dia nggak akan pernah kembali kesini. Meskipun dia nggak akan pernah ada disetiap hari gue. Tapi hati gue akan selalu nunggu dia,Ren. Menunggu sampai dia kembali menepati janjinya kalau dia akan bersamaku selamanya “TOGETHER FOREVER”. Itu janji kelingking gue sama dia, Ren. Beri gue waktu”,
“ terserah lo aja,sya. Yang jelas gue akan nemenin lo nunggu dia disini. Tapi janji, nanti kalau dia udah bener- bener dateng buat tepatin janji kelingking kalian dulu. Lo harus persembahkan senyum terindah. Jangan pernah nangis lagi. Oke,”
“oke.... ada tisu nggak. Ada yang mengalir nih dari hidung gue,Ren,”
”uhmmm .. dasar anak ingusan mau sok sok romantis lagi nungguin Kakak kebanggaannya. Upps.. keceplosan. Nih tisunya hapus air mata lo yah. Sini habiskanlah setiap kesedihanmu dipundakku ”,
***
Dua tahun lalu, aku mengenal dia. Namanya Renaldi. Aku biasa memanggilnya dengan sebutan kakak. Karena aku adalah putri sulung sehingga membuatku tak bisa bermanja- manja dengan seorang kakak. Saat aku memimpikan mempunyai seorang kakak yang selalu menjagaku dia hadir. Dengan segala kesempurnaan untuk menjadi seorang kakak untuk aku. Waktu itu kami berkenalan melalui facebook. Sebenarnya dia itu teman  satu sekolahku di SMP N 21 tapi dulu kami tak saling kenal dekat.Persisnya kami hanya tahu nama saja. Entah angin apa yang membawa kami ke perkenalan itu yang jelas aku merasa bahagia sekali saat itu. Marsya, itu namaku. Gadis belia yang tak pernah bisa diam selain disaat sedang menggoreskan tinta spidol diatas kertas. Ada satu kesamaan yang entah suatu kebetulan atau tidak. Setelah mengetahui aku suka sekali menggambar walaupun tak tahu aliran apa yang aku gunakan, perlahan kebiasaannnya menggambar pun terlihat. Sejak saat itu aku dan kakak selalu menghabiskan waktu bersama disenja hari untuk menggambar. Di jembatan itu biasanya kami bercengkrama membahas banyak hal tentang kehidupan. Dia begitu dewasa menurutku. Kedewasaan itu yang membuatku merasa nyaman sekali berada disampingnya. Hingga ku putuskan untuk membangun sebuah rumah pohon untuk menyimpan semua karya ku dan kakak.
Aku lebih suka menggambar kartun yang penuh sehingga  tidak ada ruang kosong dalam setiap karyaku. Sedang kakak biasanya menggambar manga dengan berbagai pose. Jika aku membutuhkan waktu kurang lebih satu jam untuk menyelesaikan vignet ku, dia akan membutuhkan waktu kurang lebih setengah hari untuk menyelesaikan satu karakter saja. Namun hasilnya sungguh selalu membuatku terpana. Benar – benar memiliki tingkat estetika yang tinggi. Daya imajinasinya sungguh melampaui apa yang kubayangkan sebelumnya. Selain untuk menyimpan hasil karya kami, biasanya kami habiskan waktu senggang dirumah pohon itu. Rumah pohon yang tak jauh dari sungai serta jembatan tempat dimana kami selalu menikmati senja. Bernyanyi diiringi petikan gitar itu keahliannnya. Namun jangan ditanya lagu apa yang akan dibawakannya . Sungguh tak jauh-jauh dari musik Jepang. Kakak ku itu benar-benar teropsesi dengan Jepang mulai dari gambar, musik, gaya rambut hingga berpakaian pun Jepang. Dalam hal ini kami jelas berbeda. Kalau aku ya netral aja. Buat gambar lebih suka karikatur lucu yang penuh, musik lebih ke barat kayaknya sih. Habisnya lagunya orang barat bisa bikin semangat nggak kayak lagu Indonesia semua bikin galau. Urusan gaya rambut dan berpakaian aku tak pernah ambil pusing,asalkan itu cocok dan nyaman buat dipakai udah cukup.
Satu hal yang membuatku cukup terhipnotis dengan jepang, lagu yang selalu kakak nyanyikan sebagai obat penghantar tidurku setiap malam. Lagu itu diciptakan sendiri oleh kakak bersama band nya dulu. Judul lagunya ”Butterfly”. Sekitar dua minggu kami habiskan waktu sebagai teman dekat. Hingga akhirnya dia menyatakan perasaannya padaku. Bahwa dia mencintaiku. Sejak saat itu dunia benar-benar hanya milik kami berdua. Dia benar-benar menjagaku sama seperti adik kandungnya sendiri. Dia tak pernah membiarkanku terkena setitik pun air hujan sebab dia tahu aku akan segera sakit setelah itu. Disaat aku harus melakukan kewajibanku melaksanakan tes kenaikan tingkat di kursus bahasa inggris dan harus pulang malam dia yang menjemputku. Disaat aku merasa takut pada cahaya putih disetiap hujan deras, dia biarkan tubuhnya menjadi tameng  untukku berlindung. Suatu hari dikala ketakutanku untuk kehilangan kakak menghantui tanpa sadar aku berkata
”Kakak, adek menyayangi kakak. Adek nggak tau tanpa kakak adek bakal jadi apa. Kakak jangan pernah tinggalin adek sendiri disini. Sebab jika saat itu tiba adek nggak bakal bisa ngelanjutin hidup ini. Semua nggak ada artinya,”
”Husssst.... bicara apa kamu dek. Kakak akan selalu ada disamping adek buat menjaga adek. Tenang yah kakak nggak akan pergi kok. Jikalau nanti kita sudah tidak bersama adek jangan lupa jaga diri adek yah.,” kata Kak Renal, sambil mengelus rambutku dan merangkulku mencoba meyakinkan.
” Jangan bicara kayak gitu kak. Kakak nggak akan pergi kemana – mana kan. Kita akan selalu bersama kan kak. Kita nggak akan pernah berpisahkan kak.Janji,” perlahan air mataku mengurai sebab saat itu aku sungguh mencintainya. Aku tak tahu jika aku tanpa nya apa jadinya aku. Sambil ku hapus air mata dan mengulurkan kelingkingku kehadapan kakak.
”Iya janji,” katanya sambil menyatukan kedua kelingking kami.
Hingga saat itu tiba,aku tak dapat lagi merasakan keceriaan yang terpancar dari wajah kakak. Kata-katanya pun seakan diatur sesuai dengan naskah yang telah ditulis sebelumnya. Dia mengatakan padaku bahwa dia dan aku hanya bisa menjadi seorang kakak dan adik saja. Itu berarti aku dan dia bukan lagi sepasang kekasih. Itu berarti kisah cinta kami harus berhenti sampai disini.Dia putuskan untuk pergi. Sejak saat itu aku tak pernah tahu dimana dia dan bagaimana kabarnya
***
Sejak hari perpisahan kami itu 6 November 2012, tak pernah ku dengar berita sedikit pun tentang kakak. Aku hanya bisa memotret objek – objek kebahagiaan yang dulu pernah kami lewati bersama. Aku hanya bisa duduk terdiam menatapi butir-butir kenangan yang telah kami ukir. Air mataku tak akan pernah mengering untuk menangisi kepergiannya. Ku tatapi terus ukiran yang dulu ku buat  dibalik pintu rumah pohon kita. Ukiran yang mungkin tak pernah kau ketahui Marsya + Renaldi TOGETHER FOREVER. Ukiran yang perlahan lahan menguatkanku dalam sepi ini.
Ingin aku memaki dirimu kakak mengatakan dimana janjimu bahwa kau tak akan pernah meninggalkanku. Kau akan selalu menjagaku kan kakak. Kau akan selalu mengkhawatirkanku kan kakak disana. Walaupun aku tak dapat menatap detail-detail wajah ceria mu seperti yang dulu tapi akan selalu ku pastikan hal itu. Satu minggu setelah kau pergi begitu saja seolah membuang semua cerita kita. Taukah kakak, setiap hari ku tuliskan sebuah cerita tentang hariku disebuah buku. Aku selalu berkhayal suatu saat nanti kau akan membaca cerita-cerita yang aku tulis dengan penuh kesadaran itu. Walaupun aku tak pernah tahu kapankah gerangan itu dapat terealisasi. Air mataku tak pernah berhenti mengalir jika aku mengingat dirimu kakak.  Waktu terasa berhenti saat itu. Tidak ada yang lain dipikiranku selain kakak.
Suatu sore aku pergi ke jembatan dimana kita biasa menikmati senja. Ku pandangi indahnya senja disungai itu dengan seksama. Tak akan ku lewatkan satu detik pun karena menurutku senja itulah penghantar goresan yang ada di rumah pohon. Tak sengaja ku teteskan air mata ini. Namun ada sepasang tangan memberiku sebuah sapu tangan. Dia adalah Reno. Laki – laki yang mempunyai hobbi memotret senja.
” hei... senja yang indah tidak boleh di rusak dengan kesedihan. Silahkan hapus air mata lo. Nama gue Reno.Nama lo ,”katanya sambil ingin berjabat tangan.
” ini bukan air mata kesedihan tapi air mata harapan. Tenang aja gue nggak bakal ngerusak senja lo yang indah ini dengan harapan yang menyedihkan.Terima kasih. Gue Marsya ,” jawabku sembari menghapus air yang jatuh dari mataku.
” berharap lah yang indah sebab Tuhan akan mengabulkannya. Jangan berharap yang buruk karena Tuhan tak akan pernah ingin mendengarnya,” support nya untukku.
Sejak saat itu aku dan Reno selalu menghabiskan waktu senja bersama. Sejak saat itu pula dia tak pernah berhenti mencoba menghapus air mata yang selalu turun disaat senja hadir. Walaupun ada Reno yang selalu menghiburku, tapi aku selalu berharap suatu saat nanti aku akan kembali menjadi kekasih kakak. Aku selalu berharap dapat menghabiskan hidupku bersama kakak dan pasti akan dipenuhi dengan kebahagiaan. Tapi Reno mengetahui semua itu. Dia tak pernah berharap banyak dariku. Dia hanya berharap dapat melihat senyum indah dari wajahku sebab setiap aku bertemu dengannya aku tampak seperti orang yang paling menderita didunia ini. Karena itu dia selalu berusaha menghibur dan membuatku tersenyum. Reno hanyalah penonton dan pendengar dari setiap kisah yang aku ceritakan kepadanya. Mampu sedikit mengurangi kesedihanku namun tak mampu menghilangkan harapan terbesarku. Dia teman terbaikku saat itu.
***
Sore ini ternyata sudah genap dua bulan kakak meninggalkan ku. Masih ingatkah kakak dengan dengan janji kelingking kita dahulu. Bagaimana kabar kakak disana. Dapatkah kakak tersenyum seindah dulu. Masihkah kakak lakukan kebiasaan menyanyikan orang sebelum tidur. Jika masih siapakah gerangan orang itu. Kapan kakak akan kembali kesini menemui adikmu disini. Purnama kedua yang kuhabiskan di rumah pohon. Malam kedua pula Reno menemani ku menanti kehadiranmu. Semua akan tetap sama setiap bulannya. Kau tak kunjung datang kakak.
” sampai kapan kau akan menangis disetiap bulan ditanggal yang  sama. Meratapi semua kenangan yang tak mungkin akan kembali. Berikan aku sedikit senyumanmu. Yakinkan aku jika jiwa mu baik – baik saja disana. Dapatkah ku buatmu tersenyum,Sya ?
” uhmm... ren pernah nggak lo ngerasain bahwa dunia ini tentang lo. Semuanya tentang hidup lo. Lo nggak perlu peduli sama orang lain. Hanya nikmatin hidup lo yang indah. Toh... gue nggak pernah nyuruh lo buat berhenti di dunia gue. Lo tau gue belum punya cukup kekuatan melupakan 1 tahun 9 bulan kenangan kami bersama. Lo tau rasanya orang yang lo anggep bakal jadi pasangan hidup lo hanya karena percaya sama janji kelingkingnya pergi ninggalin lo,”
”oke oke sya, gue emang mutusin buat berdiam di dunia lo. Dunia lo yang bener-bener kacau gara-gara RENALDI yang selalu lo panggil kakak itu. karena gue yakin gue bisa bawain mentari baru buat nyinarin hari lo. Sinar yang bener-bener tulus. Bukan sinar semu dari janji kelingking itu,”
 kita liat nanti. Apa bener lo bisa bawain gue mentari baru yang bisa nyinari gue bukan dengan sinar semu,Ren. Lo tahu malam ini akan jadi penantian yang nggak akan pernah ada habisnya,”
” oke kita lihat nanti.Sya, besok kita motret senja dari arah berbeda yah. Gue mau nantangin loh ngambil foto sinar jingga dari bawah jembatan. Pasti bakal lebih keren deh. Tapi sekarang kita pulang yah. Sambung nangisnya dirumah aja lebih enak tau. Disini banyak nyamuk nih,”
” gue jamin pasti bakal keren banget kalau diambil dari bawah jembatan. Yukk pulang,Ren. Tapi dianterin nggak nih. Kan gue atut pulang sendiri malem-malem gini,”
” ya ampun masalah antar mengantar itu serahin sama gue. Lo tinggal duduk manis aja pokoknya,Sya,” . aku pun berlari mengambil langkah seribu meninggalkan Reno sendiri. Alhasil Reno malah teriak – teriak. Aku tahu banget kalau dia seorang penakut dikala gelap sama seperti ku dahulu tapi sekarang tidak sebab selalu kku bawa senter kecil diranselku. Dia terus mengejarku hingga ketempat dimana motor nya diparkirkan. Setelah berhasil ku menangkan lomba lari yang penuh dengan kecurangan itu, dia mengangkatku. Benar saja dengan ringannya dia menggendongku dan menghempaskanku dengan cepat ketanah. Untung saja tidak dibantingkannya tubuh mungil ini. Kalau itu sampai  terjadi tak akan pernah ku maafkan dia.
” hah... Ren turunin gue sekarang. Turunin nggak. Hahahahaha :D ,” Tanpa kusadari itu pertama kalinya aku tertawa setelah kepergian kakak. Reno hanya bisa tersenyum melihat pemandangan langka itu.
***
 Hari ini kami berencana memotret senja dari bawah jembatan. Ku siapkan lensa kameraku tak ingin melewatkan detik- detik penuh harapan itu. Cpreet.... kameraku tak sengaja mengambil objek orang yang ada di atas jembatan. Ku perhatikan kembali foto hasil jepretanku itu. Baju yang digunakan orang itu hingga gaya nya menatap matahari senja tak salah orang itu. Segera aku mengejar butir – butir harapan yang ada di hadapanku saat ini. Reno hanya terkejut melihatku berlari begitu terburu-buru sehingga meninggalkan buku sketsa yang selalu ku bawa.Dia pungut buku sketsa itu. Tanpa aba-aba dariku dia mengejarku mengikuti langkah kakiku.
”Sya... kenapa sya... ada apa ,”
”Kakak,Ren.Kakak ada diatas jembatan itu,” jawabku terengah.
Aku terus berlari mengejar kakak yang jelas-jelas masih terdiam menatap senja itu. Jarak dari bawah menuju atas jembatan cukup jauh. Ada begitu banyak anak tangga yang aku dan reno harus lewati jika ingin sampai diatas. Perasaanku saat itu sungguh tak karuan. Apakah dia datang untuk menepati janji kelingking kami dahulu. Entahlah aku hanya terus berharap positif padanya. Nafasku sudah begitu lelah. Tak ada ruang bagi paru-paru untuk memompa udara dengan cepat. Sekarang orang itu sedang berdiri membelakangiku. Tanpa sedikit kata pun ku peluk erat dia dari belakang. Reno hanya bisa menyaksikan pemandangan itu dari kejauhan. Tampak ada begitu banyak orang yang menebarkan ekspresi kekagetan setelah melihat sikapku itu. Tapi aku tak mau ambil pusing. Terserah orang mau mengatakan apa,yang jelas aku ingin memeluk orang yang sangat ku sayangi.orang yang sangat kunanti sejak dua bulan lalu.
”Kakak.... kakak kemana saja selama dua bulan ini. Tak pernahkah kau pikirkan adikmu ini. Aku mencintaimu setulus hatiku kak. Aku selalu menanti kedatanganmu dijembatan ini, di rumah pohon kita,” ada sepasang tangan yang melepaskan dekapan erat ku itu. Tubuh lain itu langsung membawaku kehadapannya. Memelukku sekuat yang dia bisa. Begitu erat dan begitu hangat sehingga membuat tubuh mungilku ini sedikir kesulitan bernafas. Ada air yang mengalir dari matanya menjatuhi kepalaku. Tubuh tegap itu ternyata menangis. Tak ada sedikit kata pun yang dapat dia ucapkan selain memeluk dan menangis. Hingga dia melepaskan dekapannya. Diletakkan kedua tangannya dipipiku. Dia seka setiap air mata yang selama ini menangisi dirinya.
”Adik kecilku ternyata engkau masih sama seperti dahulu.Masih cengeng yah. Kakak juga mencintaimu sangat mencintaimu,” kembali tanganku meraih tubuhnya. Ingin ku lepaskan segala gundah dihatiku. Tapi tetap sepasang tangan itu melepaskannya kembali.
” Sekarang aku sudah bisa memetik gitar akustik, lagu ”SUPERGIRL”. Lagu yang selalu menguatkanku. Aku juga sudah bisa menggambar manga. Sama seperti apa yang kakak sukai dulu. Aku sangat terpukul sekali saat kakak pergi memutuskan hubungan kita dan pergi begitu saja tanpa kabar sedikitpun,” aku mencoba mengadu kegirangan. Ku lihat ada seorang dengan wajah heran disamping kakak. Aku tetap berpikir positif mungkin itu orang asing yang hanya kebetulan lewat.
” Terima kasih adikku, telah menunggu kakak. Kakak memang mencintaimu sangat mencintaimu. Tapi sekarang kakak sudah bersama yang lain. Ada orang lain yang telah memiliki hati kakak. Perkenalkan, dia Kak Mia,kakak sangat mencintai Kak Mia semoga adik bisa mengerti,” hatiku rasanya hancur tak berbentuk lagi. Ingin kutanyakan sejak kapan mereka bersama lalu kemana kakak bawa janji  kelingking kita. Tapi dia terus melanjutkan rangkaian kata indah yang begitu menyakitkan.
”Kami telah bersama sejak 8 Novemeber 2012. Sebenarnya sudah lama kami saling mengenal jauh sebelum kakak mengenal adik. Sekarang, hari ini kakak bersama dia menikmati senja dijembatan ini karena kakak merindukan adek. Tapi kakak dan adek tidak mungkin bersatu menjadi sepasang kekasih kembali. Ada banyak pihak yang menentang hubungan kita. Maafkan kakak,” segera ku lihat wajah wanita itu. Wajah wanita yang dapat merebut hati kakak setelah dua hari dia meninggalkanku. Setelah dua hari aku menangisinya. Seandainya saja aku tahu sejak dua hari itu tak akan ku sia-siakan air mataku hingga dua bulan ini. Aku tak mampu menjawab kata lain selain ”Terima kasih J telah membuangku seperti SAMPAH selama dua bulan ini.Kau tetap kakak yang aku kenal dulu. Kau tetap  kakak yang memiliki hatiku. Tanyakan saja padda angin yang berhembus apa yang adik lakukan selama kakak pergi,”.
Kata-kataku tak dapat lagi terangkai indah. Rangkaian kata yang mencoba menutupi hati yang telah begitu sakit ini. Segera ku palingkan pandanganku ke arah Reno. Ada perintah untuk segera pergi dari tempat dimana aku berpijak dimatanya. Aku berlari dan berteriak ”TINGGALKAN AKU, TAK USAH HIRAUKAN AKU, KEJAR IMPIANMU KAAAAAAAAK”. Aku berlari sekencang mungkin menghapus air mata kebahagiaan yang berubah menjadi air mata kehancuran. Teriakan itu mungkin terdengar jelas ditelinga kakak dan wanita itu. Begitu banyak  pertanyaan yang ada dihatiku saat itu. Namun tak satupuun dapat terangkai. Aku sungguh tak ingin melihat kakak bersedih dan terdiam ditempat itu selamanya. Aku tak ingin diaa melakukan hal yang sia-sia sama seperti apa yang aku lakukan dua bulan yang lalu. Aku ingin dia bahagia. Aku ingin kakak tersenyum. Senyum indah yang tak sengaja terperangkap dilensa kameraku tadi. Dia tak tersenyum pada kenangan indah kami dahulu melainkan tersenyum pada kebahagiaan baru yang telah dia temukan. Langkahku semakin kencang meninggalkan mereka yang ternyata juga berjalan berlawanan arah. Mataku sedikit melirik kebelakang. Mereka begitu serasi. Mereka cocok untuk menjadi sepasang merpati di atas bunga sakura. Rona bahagia tampak di wajah kakak. Rona yang dahulu pernah ku lihat walau harus sengaja ku hapuskan sekarang.
Aku menghampiri Reno. Aku tahu disana kakak masih memperhatikanku. Segera ku genggam erat tangannya dan ku tutup mulutnya yang tengah menganga ingin menanyakan banyak hal tentang apa yang terjadi disana. Ini akan menjadi cerita tersulit untuk disampaikan kembali kepadanya. Reno menahan langkah kaki ku , dia terhenti sejenak. Kemudian dia berlari membawaku menuju arah yang berlawanan. Aku ingin sekali memberontak namun sungguh aku tak punya sedikit pun daya untuk melakukan itu. Dia mengejar sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Apa yang ingin dia lakukan sebenarnya? Dia terus berlari sekencang kencangnya tanpa menghiraukan tubuh mungilku pontang panting dibuatnya. Mungkin sekarang tujuannya sudah semakin dekat hingga akhirnya dia berhenti dan berteriak.
”HEI... KAU YANG BIASA DISEBUT KAKAK OLEH MARSYA.BERHENTI,” sebuah ketakutan menghantuiku. Apa yang Reno akan lakukan. Aku sunggguh mengkhawatirkan kakak tapi aku juga mengkhawatirkan Reno. Ingin kembali kulepaskan genggamannya tapi sekarang malah bertambah dengan emosi sehingga semakin mengunci pergelangan tanganku.
” Lo... lo tau dia nungguin lo setiap hari disini. Dia merusak senja yang indah dengan harapan indah untuk dapat nemuin lo  kembali disini dengan air mata. Setiap hari dia hiasi detik demi detik dengan begitu banyak pertanyaan. Setiap nafasnya selalu dia tanyakan tentang janji kelingking kalian itu. Lo tahu... dua bulan sudah gue mengenal dia. Hanya satu kali dia berikan senyumannya buat gue, selebihnya sengaja dia pendam buat lo. Tapi kenapa lo malah begitu cepat memakinya dengan kenyataan yang begitu menyakitkan. Dimana letak hati lo kalau lo emang bener-bener cowok yang mengerti cinta. Lo angkat dia dengan hadir kembali disini namun setelah itu lo hempaskan dia jatuh. Lo tahu dua tahun lalu apa yang dia ukir dirumah pohon kalian ” Marsya + Renaldi TOGETHER FOREVER” itu yang selalu meyakinkannya walaupun berkali-kali gue nyuruh dia  untuk berhenti memikirkan laki-laki sialan yang sesuai dengan penilaian gue sebelumnya. Sekarang mau lo apa. Lo datang dan mengatakan bahwa lo mencintai wanita disamping lo itu. Kata-kata lo itu benar dari hati atau tidak SOB. Lo mesti pikirin itu baik-baik. Kalau sekali lagi gue liat lo berani buat Marsya nunggu loh dengan rentetan janji palsu lo. Nggak akan gue biarin lo menghirup nafas panjang.Campankan itu BRAY,”
” Gue nggak pernah meminta dia buat nunggu gue. Gue juga udah nyuruh dia untuk bangkit dari keterpurukannya. Gue udah bilang ke dia buat ngeluapin gue. Terus lo mau nyalahin gue tentang semua kebodohan yang dia lakukan sendiri. Gue sayang sama pacar gue sekarang apa itu salah. Soal janji kelingking gue nggak pernah merasa berjanji itu padanya. Janji is bulshit men. Goresan dirumah pohon itu palingan juga Cuma buat-buatan dia aja. Gue juga sayang sama dia tapi jika lo ada diposisi gue lo bakal nungguin dia yang jelas-jelas banyak banget yang menentang hubungan kami Puas Lo,”
Kata demi kata yang keluar dari mulut mereka seolah membuatku merasa  tak kuat dengan apa yang kudengar. Terdengar keras sekali memekakkan telingaku. Air mataku memang telah mencapai puncaknya saat ini. Sama seperti begitu banyak kata yang tersimpan di hatiku.
“HENTIKAN.... hentikan Ren,  hentikan Kak,” aku berteriak sekecang mungkin sehingga hampir semua orang yang melintasi jembatan itu melihat kearahku. Kami seakan menjadi tontonan sinetron nyata. Kemarahan yang begitu memuncak yang tak pernah aku alami sebelumnya. Hingga menuntun kakiku yang sendari tadi gemetar tak kuat menopang tubuhku mendekati tanah. Kakak mencoba menoloongku, tapi aku tak ingin mengukir harapan indah setelah pisau yang telah dia tancapkan. Ku tolak mentah-mentah niat baiknya itu.
” Baiklah gue nggak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tragedi besar apa yang telah terjadi padamu kak sebelum kakak mutusin buat nggak mau lagi jadi kekasih adek. Biar kakak pendam sendiri. Jangan ucapkan sedikit pun kata penjelas. Semua yang dikatakan Reno benar. Adek nungguin kakak selama dua bulan. Dan lupain janji kelingking dan goresan itu. Cukup untuk semua lukanya kak.Ren kayaknya kita harus memotret purnama saja mulai hari ini.Senja indah lo kapan-kapan aja yah,” aku berusaha bangkit. Tetapi sungguh sulit. Reno membantuku berdiri. Dia memapahku, membantuku berjalan . Melihat aku yang seperti sulit sekali menapak akhirnya dia tawarkan aku untuk naik dipundaknya. Aku menaiki pundaknya. Begitu rapuh hatiku namun aku tak pernah melupakan buku sketsa yang memang ingin kuberikan kepada kakak. Ku berikan buku itu kepada Kak Mia sembari berkata ”itu goresan isi hati gue buat kakak. Sekarang dia milik lo. Tolong lo jaga dia. Nggak akan pernah gue maafin kalo sampe lo buat kakak nangis. Lo juga kak. Awas kalau lo buat  Kak Mia nangis sampe kayak gue gini. Gue bakal suruh Reno sikaat habis semua tubuh kakak.INGET itu,”. Aku masih diatas tubuh Reno saat kata- kata terakhir itu terucap. Dia hanya tersenyum melihat tindakan yang akhirnya ku ambil itu. Begitu tegas dan bijaksana.
Di balik tubuh Reno ku habiskan sisa-sisa kesedihanku. Keputusan yang ku ambil hari ini semoga akan menjadi keputusan yang selalu benar untukku dan semua orang. Aku jadi teringat dengan kata-kata yang biasa Reno katakan disaat gue sedih ” Tapi yang mesti lo pikirin sekarang bukan dia yang udah pergi ninggalin dan ngebiarin lo nangis disini sendiri. Lo juga harus pikirin orang-orang yang ada disekitar lo. Sahabat, orang tua, adik dan semua orang yang sayang sama lo. Sampai kapan lo harus nungguin orang yang jelas-jelas udah pergi dari sini. Sampai kapan sya”.
Aku menemukan jawaban dari pertanyaan Reno saat itu. Yah benar sampai saat ini, saat ini adalah saat terakhir aku menunggu dia yang jelas – jelas udah pergi untuk selamanya. Dia yang nggak pernah mengakui janji kelingking yang dia buat padaku dahulu.
”Ren, thanks yah udah ngajak gue memotret senja dari bawah jembatan hari ini. Setelah detik ini senja tak akan pernah membawa harapanku, semuanya akan berhenti sampai detik ini saja. Gue bakal usahain buat senyum lagi asal lo janji bantu gue,Ren,” air mataku kembali menetaes. Aku tak sanggup menatap kedepan. Ku telungkupkan wajahku dibalik bahunya membiarkan air mataku meresap masuk ke dalam sela-sela bajunya.
” Gue bakal bantu lo,sya. Sebenernya gue udah ngeliat dia sama cewek itu kemarin senja waktu gue mau nyamperin lo diatas jembatan. Dia tepat ada diarah berlawanan dari tempat lo motret. Mungkin lo nggak bisa ngerasain kehadirannya, jadi gue pura-pura nggak tahu aja. Dia terlihat begitu bahagia,sya.  Tapi gue nggak sanggup memberitahukan itu ke lo. Untuk itulah hari ini gue ajak lo motret dari bawah jembatan supaya lo bisa ngeliat dia. Maafin gue sya, gue nggak sanggup ngeliat lo kayak gini. Semoga lo bisa ngikhlasin dia disana,Sya. Kalau dia aja bisa bahagia tanpa lo kenapa lo nggak bisa,” rentetan kata itu membuatku sejenak terdiam. Aku ingin kembali memuncakkan kemarahanku. Tapi  semua jelas tak akan berguna. Ku tarik nafas panjang.
“ Nggak papa,makasih udah buat gue melihat kenyataan walaupun jauh lebih menyakitkan dibandingkan harapan gue. Tapi ini akan menjadi kesakitan yang hanya sekali dalam hidup gue. Lo bener Ren, kalau dia bahagia gue juga bakal bahagia. Semarang kita kerumah pohon dulu ya. Ada yang mau gue lakuin disana,”
***
Rumah pohon ini adalah tempat dimana aku menghabiskan keterpurukan hidup selama kurang lebih dua tahun. Goresan dirumah pohon ini akan jadi sudut favorit yang tak pernah aku lupakan. Tapi semuanya harus segera disudahi. Ini semua harus segera dihancurkan. Ku ambil satu dirigen minyak,segera kusiram kesemua bagian rumah pohon yang menyimpan begitu banyak kenangan itu. Ku biarkan sebuah korek api jatuh dilautan minyak itu. Membuat sebuah kebakaran hebat pada sisa – sisa sejarah yang menyedihkan. Ku tatapi semua kenangan yang ku paksakan untuk hilang. Goresan di rumah pohon yang kuukir disenja hari untuk dia yang selalu ku cinta hingga detik ini biarkan menjadi elegi. Elegi Goresan SEnja di Rumah Pohon. Kulangkahkan kaki menjauh dari warna merah yang menyala. Akan kusambut hari baru yang akan lebih berwarna setelah ini dengan bantuan temanku.Reno.Walaupun aku tak pernah tahu akan berakhir seperti apa persahabatan singkat kami ini. Selamat tinggal kenangan. Selamat tinggal elegi. Selamat tinggal goresan. Selamat tinggal senja. Selamat tinggal rumah pohon. Selamat tinggal kakak.



The author
E.P J

Komentar

Postingan populer dari blog ini

surat untuk akhi

Mau Jadi Guru Profesional, Yuuuk simak keseruan Program Pendidikan Guru jaman now !

cepen perdana karya ku :)