Saksi Penyatuan
hanya ilustrasi belaka :) |
Desiran ombak
pantai malam ini menjadi pengiring kegusaran hati. Sesuatu yang pertama kali
kurasakan. Jelas ini jauh lebih rumit dibanding rumus simpangan gelombang. Seorang
albert einsten saja mungkin akan gundah gulana jika mengalaminya. Pantulan cahaya
rembulan di pantai itu seolah cermin wajahmu. Bersinar wajah cantik lengkap
dengan sesimpul senyum yang merekah. Kau tak ubahnya seperti bidadari yang
Allah kirimkan untukku.
Saat
pertama kalinya ku beranikan diri mengangkat kepala dan menatap wanita,mataku
hanya tertuju padamu. Dibalik hijab
biru,kau tersipu malu. Tersenyum menutupi kekaguman pada kaum adam di hadapanmu.
Dengan apiknya kau balut rasa yang sebenarnya sama denganku. Itu yang selalu
membuatku mengagumimu.
Ini
bukan masalah paras indah, namun ini semua tentang kecantikan hatimu. Tangan kiri
yang tak pernah kau biarkan tahu perbuatan tangan kananmu. Meski jelas aku
mengetahuinya. Setiap detail perbuatan yang kau lakukan adalah tontonan
rutinku. Mungkin melihatmu dari kejauhan,hanya itu yang bisa aku lakukan. Tidak
gentle ? Jelas ini tak segampang itu.
Aku
termangu di atas bebatuan menantikan kehadiranmu. Pertama dan terakhir kalinya
kita akan bertemu. Saat itu kau tapaki pasir putih dengan dress putih berpadu
hijab bermotif bunga berwarna pink. Dari jauh cahayamu telah terpancar,
melambaikan tangan kearahku. Hatiku semakin tak karuan dibuatnya. Jantungku
seperti dipaksa bekerja ekstra cepat. Hingga dia kini telah berada tepat
dihadapanku.
Pertama
kali, kami beradu pandang seperti ini. ku yakinkan lagi hatiku bahwa ini tidak
akan menimbulkan dosa. Perlahan ku tundukkan kepala sejenak kemudian meraih
sesuatu di saku celana.
“
wahai ukhti, izinkan tangan ini menyatu di sela jemarimu. Biarkan aku
menenangkan kegusaran hatimu. Aku berjanji akan selalu menemani tidur lelapmu. Memberikan
kebahagiaan yang kau impikan. Izinkan aku menjadi pendamping yang kau idamkan
dan ku izinkan engkau untuk menjadi pendamping yang ku idamkan,” ku keluarkan
sebuah kotak merah berisi sebuah kalung bertuliskan ‘Miftha’. Kau tersenyum
tanpa sedikit pun berkata. Tatap harapanmu pada rembulan dapat ku tangkap
seutuhnya.
“
Aku akan mengizinkanu mengisi sela di jemariku. Kita akan menyatu setelah
bertahun-tahun ku simpan kau dalam setiap bait doa. Saat ini yang selalu ku
nantikan. Maka bolehkah aku mengatakan sesuatu kepadamu,” katanya lembut.
“
wahai ukhti, aku tahu apa yang akan kau katakan. Aku mencintaimu karena Allah,”
aku memasangkan kalung itu di lehernya. Dia kembali tersipu
“Kau
tetap penggoda iman dengan lantunan ayat yang keluar dari mulutmu.Kau juga
tetap mata-mata setia untuk hatiku.Hingga akhirnya ku putuskan au memang calon
imam yang dinantikan. Akhi, aku mencintaimu karena kau makhluk sempurna ciptaan
Allah maka pantaslah jika kau menjadi perantara untuk cinta kepada-Nya,” aku
tersenyum menatap dalam matamu. Pancaran istimewa yang pertama kali meluluhkan
hatiku. Akhirnya di pantai ini kita bertemu untuk pertama dan terakhir kali
dengan gejolak yang berbeda. Setelah ini semua akan halal untuk kita. Rasa yang
bertahun-tahun kita pendam akhirnya akan berlabuh bahagia. Kau dan aku akan
menyatu. Pantai inillah saksi penyatuan hati kita
Komentar
Posting Komentar