Forty Eight
2
Februari 2013
Ruang
Tamu Rumahku
Mimpi,harapan dan pencapaian melebur
bersama.
Sepasang mata yang beradu, itu
mataku dan matamu, mencari sela untuk menemukan penyelesaian dari semua ini.
Diruang ini kita menyatukan semuanya. Aku tak berhenti mondar-mandir untuk
menyembunyikan kekesalan ini dan kau hanya menatap kaku kearah ubin yang
membisu.
“ Kenapa mesti hari ini,Rey ?” kataku memecah kesunyian. Laki-laki itu
masih saja menunduk.
”Karena
ini saatnya,Kim. Mengerti keadaanku sekali ini saja,” Mata tajamnya semakin
memerah.
Aku
berdiri tepat di hadapannya setelah menyingkirkan meja dengan susu panas dan
pisang goreng kesukaannya ,”Kita mulai saja semua dari awal lagi.Ku mohon
jangan selesaikan semuanya sekarang,” kataku lirih memohon kepadanya.
Helaan
nafas panjangnya semakin menyakinkanku bahwa semua ini telah mencapai titik
akhir. Laki-laki berkemeja hitam itu menggelengkan kepala,” Tidak bisa,Kim. Hubungan
kita ini sudah seperti lukisan abstrak. Ditambah goresan apa pun semua akan tetap
abstrak. Toloooong Kim terima keputusanku,” katanya lirih.
Aku
kembali ke sebuah kursi disampingnya. Menatap sebuah meja kecil dipojok kanan
ruang ini. Masih berhiaskan
wayang rama dan shinta,benda peninggalan kakek. Sudut itu mengingatkanku dengan
peresmian kau dan aku.
***
2 Februari 2011
Ruang Tamu Rumahku
Semua neuron sarafku hanya berpusat
kepadamu.
Entah mengapa bisa demikian, tak pernah ku coba untuk mencari tahu. Hati
yang selalu berdebar saat melihatmu,mungkin itu saja sudah cukup sebagai penjelasnya.
Manusia tersempurna yang pernah Tuhan ciptakan, Reyhan.
Bukan karena ketampanan paras,melainkan kesederhanaan hati yang berhasil
membiusku. Baru 48 jam yang lalu aku mengenalnya lebih dekat. Kami pernah
berkecimpung didunia yang sama dulu. Tapi anehnya baru melalui obrolan singkat
via facebook itu yang membuatku tahu, kalau ada pria setampan ini di
organisasiku dahulu. Dia sekarang ada dirumahku. Mungkinkah ini saatnya ?
” Bukannya kita janjian jam sebelas.Kok,” aku melongo melihat Rey yang sudah
ada didepan pintu rumah tepat pukul 9.00 WIB. Ini lebih dari on time untuk
ukuran seorang cowok.
Pria berkaos ungu dengan setelan jeans hitam itu,segera menerobos masuk
tanpa persetujuan sang tuan rumah,” Yaaah...gak papa lah.Sekali-sekali nungguin
kamu berdandan. Eh,tapi tunggu dulu,” dia menatap dalam ke mataku.
”Apa-apaan sih,Rey.Nggak usah gitu juga kali ngeliatnya ,”tak dapat ku
tutupi rona merah dipipi saat itu. Hal yang paling memalukan,ditatap oleh cowok
ganteng secara mendalam disaat aku belum berkutik dengan alat make up.
Dia semakin dekat menatapku. Tiga puluh menit berlalu dan dia tetap membisu
dihadapanku,melihat tajam ke bola mataku. Dag dig dug hatiku berdegup kencang.
Aku dan dia kini hanya dipisahkan oleh kursi bundar berdiameter kurang lebih 30
centimeter.
” Kamu lebih cantik tanpa polesan bedak,Kim,” Rey meraih tanganku yang
sendari tadi ada di saku piyama.
Aku masih membisu saat dia menggenggam erat tanganku,” Aku suka kamu, bukan
karena kemulusan mukamu tetapi ketulusan hatimu yang selalu bisa membuatku
tersenyum,”
” Apa aku bermimpi,Rey ? Ini terlalu cepat menurutku,” ku tarik kedua
tanganku yang ada di genggamannya dan memalingkan muka, menghindari tatapan
tajam yang mengerikan.
Dia merogoh saku celananya,mengeluarkan bunga melati yang telah dironce
menjadi kalung,” Lihat ini. Aku yang meroncenya sendiri,khusus untukmu. Kau
seperti melati itu,Kim. Kecil,putih dengan harum menyengat yang menenangkan.
Hirup aromanya dan kau akan mengetahui apa ini mimpi atau bukan,”dikalungkan
oleh Rey melati itu di leherku.
Jelas ini bukan mimpi sebab aku merasakan aroma melati itu memenuhi rongga
hidungku.
” Tidak ada kata terlalu cepat untuk berseminya bunga cinta,Kim.Masih belum
percaya? Kalau begitu tatap mataku,” segera ku ikuti instruksi Rey untuk menatap
kematanya,” Apa kau melihat kebohongan disana?” tanya Rey kepadaku.
Mata yang menurutku sama sekali
tidak menggambarkan kebohongan itu akhirnya meyakinkanku ,” Nggak... nggak ada
kebohongan,”
Kami masih dalam keadaan berdiri di
sudut kanan ruang tamu rumahku,kembali hening yang bertabur senyuman. Aku tak
tahu jelas apa yang sebenarnya ada dipikirannya sebab meramal bukanlah
keahlianku. Namun aku selalu tahu bahwa hanya ”Rey” yang ada dipikiranku. Mulai
48 jam yang lalu,hingga detik ini. Debarannya masih tetap sama,bahkan cenderung
menambah frekuensi dan intensitas.
” Jadi kamu mau jadi pacarku.Pacar
untuk sekarang dan selamanya,”
” Hmmm....ya. Aku mau jadi pacar
kamu sekarang dan selamanya,”
Pagi terindah untuk tanggal yang
juga indah. Ini hari ulang tahunku yang ke tujuh belas. Satu
tahun mendekati kepala dua. Kado yang tak akan pernah aku lupakan.Mendapatkan
makhluk tersempurna.Reyhan Prasetya.
***
Rey beranjak dari
tempatnya,menuju kearah pintu. Ku kira dia ingin pergi meninggalkanku dengan
semua keputusan yang menggantung ini. Ternyata aku salah, dia malah terdiam
disana.Menyenderkan tubuh di kusen pintu.Matanya menyelusuri taman anggrek di
depan rumahku.
” Aku minta kita selesai
sekarang,Kim,” katanya namun masih tetap melihat keluar.
” Kenapa ? Apa masalahnya?
” Tak perlu berkali-kali ku
jelaskan,semuanya sudah jelas,”
”Memang jelas.Untuk
ideologimu,bukan aku. Itu
bisa kita selesaikan,Rey,” dengan suara sekitar tujuh oktaf yang semakin
menambah ketegangan diruangan ini,aku berteriak. Masih terpaku dikursi ini
menatap kearah Sketsa wajah kami yang terpampang di ruang ini.
***
2 Februari 2012
Ruang Tamu Rumahku
Semua masih sama seperti pertama
kali getaran itu ada.
Jelas
tidak sama sekali memudar. Bertambah cerah disetiap detiknya seperti matahari
yang semakin hari semakin terik. Kekaguman yang akhirnya menjaga benih cinta
dihatiku.
” Happy birthday and happy
anniversary,Kim. Make a wish dulu yah ,” sebuah kue tart coklat berbalut krim
keju dan potongan buah kiwi diatasnya. Tak lupa lilin kecil yang menyala tepat
berada di tengah-tengahnya.
“
Semoga aku dan Rey tetap satu untuk selamanya,” gumamku dalam hati dan huuuft
api lilinnya segera kutiup.
Proook…prook…prook suara tepuk
tangan Rey menggema di ruang ini,”Sekarang udah tambah tua jadi kurangin dikit
manjanya,sayang. Ini buat kamu,” sembari mengeluarkan sesuatu berukuran besar
dari balik tubuhnya.
Sebuah lukisan yang sungguh
membuatku terkejut. Sketsa kasar wajah aku dan Rey yang sedang tersenyum.
Setiap goresannya sama persis dengan kenyataan. Berlatar biru langit – warna
favoritku- dengan bubuhan tanda tangan sang pelukisnya. Tak lupa sebuah nama
tertera di bawah tanda tangan itu, “Reyhan Prasetya”.
“Ini kamu yang buat sendiri,sayang ?”tanyaku sedikit tak percaya.
” Hehehehe... Kenapa ? Emang sih nggak sebagus yang dijual di toko,tapi itu
aku buat sendiri loh. Dua hari dua malam. Kamu suka nggak ?”
Aku mengangguk ,”Suka banget. Terima kasih yah. Jadi tambah sayang deh sama
kamu ,”
***
”Pokoknya aku tak mau
menjelaskan. Cukup sampai
sini saja,Kim. Dengan atau tanpa persetujuan kamu. Kita selesai,”
Ingin sekalinya aku berontak
untuk menagih semua janji manis Rey, tapi sudahlah lupakan saja. Masih dengan
genangan yang hampir jatuh di mataku, saat Rey pergi dengan ninja hitamnya tanpa
sedikitpun kata.
***
4 Februari 2013
Waroeng Steak R.Sukamto Palembang
Semuanya masih tertuju padamu.
Pikiran dan hati yang tak
pernah menghapusmu sebagai perhiasan terindah di dalamnya. Ini tepat 48 hari
setelah kepergianmu. Segelas milk shake dan chicken double steak menemani saat
berkesan dihidupku dahulu. Ku terawang setiap sudut yang terus berdongeng
tentang kita. Namun disini tetap ada yang kurang.
Mataku terbelalak melihatmu
kembali hadir di hadapanku. Dengan senyum sumbringah yang tetap seindah dulu.
Walaupun jelas itu bukan lagi untukku,” Rey. Dengan siapa dia ? Terlalu mesra
untuk ukuran seorang teman,” gumamku dalam hati.
Rey dan perempuan dengan
rambut tergerai indah menghampiriku,”
Hai Kim... sendiri aja nih ?”
” Eeeh...nggak kok sebenernya
lagi nunguuin Fikha. Kita mau ngerjain tugas, tapi nggak tahu nih kok dia belum
nongol juga. Siapa itu Rey?” aku sedikit gugup. Mencari alasan supaya tidak
terlalu terlihat bahwa aku sedang merindukannya.
” Oooh... ini Misya. Pacar
baruku ,” jantungku berdetak. Tak percaya dengan apa yang barusan keluar dari
mulutnya.
”
Hah... Pacar baru katanya. Halloooo... ini baru dua hari setelah dia
menyelesaikan hubungan kami. Dia malah memperkenalkan pacar baru dengan senyum
yang semakin menusuk hati. Kim kamu harus kuat,tahan air matanya yah,”gumamku
dalam hati kemudian melemparkan senyum kepada sejoli yang sedang dimabuk cinta.
”
Oooh..pacar baru Rey rupanya. Aku Kimi. Silahkan cari meja deh ntar nggak
kehabisan loh,” sindirku secara halus supaya tak menyakiti hati Misya.
Aku
sudah kehilangan nafsu makan. Segera bergegas meninggalkan tempat ini mungkin
itu adalah ide yang sangat cemerlang. Ini seperti pisau yang tak penah berhenti
menusuk jantungku.
From :
Kimi
To : Rey
Mungkin kita memang
terlalu cepat memulai.Begitu lama bertahan dan terlanjur menikmati indahnya
cinta. Tapi entah mengapa begitu cepat kau lupakan semuanya. Tak ada lagi cinta
atau memang ini adalah usahamu untuk melupakan. Terserah. Disini,tempat yang
memiliki makna tersendiri untukku,sekarang kau nodai. Silahkan saja,aku tak
pernah marah. Aku hanya akan mengingat 48 hari perkenalan kita, 24 bulan
kebersamaan kita dan 48 hari proses melupakanku. Terima kasih.
Your
Exgirlfriend on forty eight days before today ^^
“ Mas, tolong berikan ini ke pria
berkemeja hitam disana yah,” ku titipkan sebuah surat isi hatiku. Surat dengan
kertas dan pulpen hasil pinjaman yang terpaksa aku harus buat sebab ini terlalu
sakit.
Aku
segera bergegas pergi, tak ingin berada disini untuk waktu yang lama. Semua tentangmu akan kuhapus setelah hari
ini. 48 hari setelah kepergianmu.
“Cinta memang terlalu mudah tumpuh
Terlalu lama membuai insan dalam keindahan
Terlalu singkat melukai ”
Komentar
Posting Komentar